Suarastra.com – Wakil Ketua MPR, Eddy Soeparno, menyatakan dukungannya terhadap usulan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk merevisi Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas).
Eddy menyebut, meski ketegasan aparat penegak hukum dalam memberantas aksi premanisme dinilai sudah cukup ampuh tanpa perlu perubahan regulasi, ia tetap menyambut baik langkah evaluasi tersebut.
“Saya juga menyambut baik usulan Mendagri yang tengah mengevaluasi perlunya revisi UU Ormas, meski saya merasa ketegasan aparat memberantas aksi premanisme hingga ke akar-akarnya sudah cukup tanpa perlu perubahan legislasinya,” ujar Eddy dalam keterangan resminya, Senin (28/4/2025).
Eddy menilai, revisi UU Ormas dapat memperkuat pengawasan terhadap organisasi masyarakat yang kerap mengganggu dunia usaha. Ia menegaskan bahwa praktik premanisme yang berkedok ormas bukan hanya meresahkan pelaku usaha, tetapi juga berpotensi mengganggu iklim investasi nasional, yang dapat berdampak pada pencapaian target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen.
“Dengan kata lain, jika ada pihak-pihak yang mengganggu iklim investasi di Indonesia, itu sama saja dengan mengganggu upaya pemerintah mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen,” tutur politikus PAN tersebut.
Lebih lanjut, Eddy mengingatkan pentingnya jaminan keamanan dan kepastian hukum sebagai faktor utama dalam menarik minat investor.
“Jika investor yakin bahwa keamanan dan kepastian hukum dijamin oleh negara, mereka tidak akan ragu untuk menanamkan modalnya di Indonesia,” jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengungkapkan keprihatinannya terhadap banyaknya ormas yang bertindak di luar batas. Ia membuka peluang untuk merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas, guna memperketat pengawasan terhadap aktivitas mereka.
“Kita lihat banyak sekali peristiwa ormas yang kebablasan. Mungkin perlu ada mekanisme pengawasan yang ketat, termasuk terkait masalah keuangan dan audit keuangan,” kata Tito pada Jumat (25/4/2025).
Menurut Tito, transparansi keuangan ormas menjadi salah satu aspek penting yang perlu diperbaiki, mengingat ketidakjelasan penggunaan dana bisa membuka ruang bagi penyalahgunaan kekuasaan di tingkat bawah. Ia menegaskan, meskipun ormas merupakan bagian dari sistem demokrasi yang menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul, tindakan intimidasi, pemerasan, maupun kekerasan tidak dapat dibenarkan.
“Kalau kegiatan itu sistematis dan merupakan perintah dari organisasi, maka secara kelembagaan bisa dikenakan pidana. Termasuk korporasinya,” tegas mantan Kapolri tersebut.
Tito menambahkan, Undang-Undang Ormas yang lahir pascareformasi 1998 memang mengutamakan kebebasan sipil. Namun, dalam perkembangannya, sejumlah ormas justru menyalahgunakan kebebasan tersebut untuk menjalankan agenda kekuasaan dengan cara-cara koersif.
“Setiap undang-undang itu dinamis. Bisa saja dilakukan perubahan sesuai dengan perkembangan situasi,” ujar Tito.
(Caa)