Suarastra.com – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mengamankan dua kapal ikan yang melakukan praktik illegal fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 718, Laut Aru.
Kedua kapal tersebut ditangkap karena melanggar aturan alat penangkap ikan. Sebelumnya, keberadaan kapal-kapal ini sempat menjadi perbincangan di media sosial, lantaran memicu konflik dengan para nelayan di perairan tersebut.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Pung Nugroho Saksono, menegaskan bahwa kedua kapal itu telah merugikan nelayan tradisional.
“Ini merupakan bentuk komitmen kami untuk hadir di laut, melindungi nelayan yang patuh, serta menindak tegas kapal-kapal yang melanggar aturan,” ujar Pung Nugroho Saksono, yang akrab disapa Ipunk, pada Jumat (31/1/2025).
Dua kapal yang ditangkap adalah KM. K 109 berbobot 236 Gross Tonnage (GT) dan KM. MAJ 21 dengan bobot 250 GT. Keduanya diamankan oleh kapal pengawas Hiu Macan 06 yang tengah beroperasi di Laut Aru, WPPNRI 718, pada Rabu (29/1/2025).
Modifikasi Alat Tangkap
Hasil pemeriksaan di lapangan menunjukkan bahwa kapal-kapal tersebut memiliki izin penggunaan alat tangkap Jaring Hela Udang Berkantong (JHUB). Namun, mereka melakukan modifikasi dengan mengecilkan ukuran mesh size pada bagian kantong menjadi 1,5 inci—lebih kecil dari ketentuan yang seharusnya lebih dari 2 inci.
Selain itu, pemeriksaan lebih lanjut mengonfirmasi bahwa kapal-kapal ini bukan kapal asing asal Taiwan, sebagaimana yang sempat diberitakan sebelumnya.
Kapal tersebut merupakan kapal ikan berbendera Indonesia yang dibuat di luar negeri dan memiliki Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) yang diterbitkan oleh KKP, dengan nomor izin 33.24.0001.114.67968 dan 33.24.0001.114.67967.
“Selanjutnya, kami juga memeriksa alat tangkap yang digunakan. Meskipun kapal ini memiliki izin menggunakan JHUB atau pukat udang, dalam praktiknya mereka tidak menggunakan Turtle Excluder Device (TED) dan tidak memasang pemberat,” ungkap Ipunk.
Kapal Berubah Fungsi
KKP juga menemukan bahwa hasil tangkapan kapal tersebut lebih banyak berisi ikan dibandingkan udang, yang seharusnya menjadi target utama alat tangkap JHUB. Dengan demikian, kapal-kapal tersebut telah mengubah fungsi menjadi kapal pukat ikan secara ilegal.
Akibat pelanggaran ini, Direktorat Jenderal PSDKP akan memberikan sanksi administratif serta merekomendasikan kepada Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) untuk meninjau kembali perizinan kapal tersebut.
Menanggapi hal ini, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Lotaria Latif, menyatakan bahwa DJPT akan menindaklanjuti rekomendasi dari Ditjen PSDKP dengan memproses pembekuan izin kapal.
“Kami akan bertindak sesuai ketentuan dan segera memproses pembekuan perizinannya,” ujar Lotaria Latif.
Barang Bukti Diamankan
Sebagai barang bukti, KKP mengamankan dua kapal beserta alat penangkap ikan yang digunakan. Selain itu, sebanyak 54 Anak Buah Kapal (ABK) turut diamankan, termasuk enam orang asing yang berperan sebagai fishing master. Saat ini, kapal-kapal tersebut telah dibawa ke Pangkalan PSDKP Tual untuk proses hukum lebih lanjut.
“Kami mengimbau kepada pelaku usaha yang menggunakan alat tangkap JHUB untuk tidak mencoba melakukan pelanggaran serupa. Kami akan melakukan pemeriksaan secara mendetail, tidak hanya terhadap dokumen perizinan, tetapi juga spesifikasi alat tangkap yang digunakan, apakah sesuai dengan aturan atau tidak,” tegas Ipunk.
Langkah ini sejalan dengan arahan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, dalam mewujudkan kebijakan Ekonomi Biru. Penggunaan alat tangkap yang sesuai dengan regulasi diharapkan dapat mencegah praktik penangkapan ikan berlebihan, sehingga keberlanjutan pengelolaan perikanan di WPPNRI tetap terjaga.
(Caa)