Suarastra.com – Presiden Joko Widodo membantah bahwa pelaporannya terhadap Roy Suryo dan sejumlah pihak terkait tudingan ijazah palsu merupakan bentuk kriminalisasi. Ia menegaskan, langkah hukum yang ditempuhnya murni untuk menjaga kehormatan pribadi dari tuduhan yang dinilainya tidak berdasar.
“Ini ijazah bukan objek penelitian,” ujar Jokowi saat ditemui di kediamannya di Solo, pada Senin (5/5/2025).
“Sudah menuduh ijazah saya palsu, sudah merendahkan saya serendah-rendahnya,” imbuhnya.
Jokowi menyatakan akan mengikuti seluruh proses hukum yang berlaku, dan menyerahkan sepenuhnya pada pengadilan.
“Nanti akan dibuktikan lewat proses hukum. Kita lihat proses di pengadilan seperti apa,” kata dia.
Presiden menegaskan, laporan terhadap Roy Suryo dan pihak lainnya juga dimaksudkan sebagai bentuk pembelajaran. Ia mengajak seluruh elemen bangsa, khususnya para elite, untuk menjaga persatuan di tengah kondisi global yang penuh tantangan.
“Terutama elite-elite dan seluruh masyarakat agar tantangan berat yang kita hadapi ini bisa diselesaikan bersama,” ujarnya.
“Harus semuanya berangkulan, bersatu menghadapi tantangan global yang tidak mudah,” lanjutnya.
Sebelumnya, Roy Suryo mengungkapkan bahwa dirinya bersama empat orang lainnya turut dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh Presiden Jokowi. Selain Roy, pihak lain yang dilaporkan adalah Rismon Sianipar, dokter Tifa, Eggi Sudjana, dan Kurnia Tri Royani.
“Kami siap menjalani proses dan akan membongkar habis,” ujar Roy melalui pesan kepada awak media, Rabu (30/4/2025) malam.
“Peradilan jangan dibuat sesat dengan hanya memaksakan Pasal 310, 311, dan Pasal 160 soal penghasutan,” tambahnya.
Roy juga mengklaim didukung ratusan simpatisan serta tim pengacara yang siap mendampinginya selama proses hukum berjalan.
Laporan tersebut sebelumnya telah diajukan oleh tim kuasa hukum Jokowi. Salah satu kuasa hukum, Yakup Hasibuan, menyebutkan bahwa kliennya melaporkan lima individu berinisial RS, RS, ES, T, dan K.
Kelima orang tersebut dilaporkan dengan tuduhan pencemaran nama baik dan fitnah, sebagaimana diatur dalam Pasal 310 dan 311 KUHP. Selain itu, mereka juga dijerat dengan Pasal 27A, Pasal 32, dan Pasal 35 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
(Caa)