Suarastra.com – Sejumlah warga di Kalimantan Timur (Kaltim) belakangan ini mengeluhkan kendaraan mereka yang mendadak mogok, brebet, dan sulit dihidupkan.
Dugaan sementara, masyarakat menilai Bahan Bakar Minyak (BBM) yang mereka beli Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina menjadi penyebab performa kendaraan mereka mogok.
Bahkan fenomena ini tak terjadi dalam sehari dua hari. Keluhan masyarakat mulai bermunculan sejak, sebelum Lebaran Idulfitri 1446 hijriah (h) dan puncaknya setelah perayaan hari besar tersebut.
Bengkel-bengkel di berbagai daerah khususnya di Kaltim, dipenuhi oleh kendaraan roda dua dan roda empat yang mengalami masalah serupa, yang tiba-tiba mogok mendadak dan mesin yang tidak dapat menyala meski baru diisi BBM.
Situasi ini tak hanya menimbulkan keresahan, tetapi juga berdampak langsung pada aktivitas ekonomi masyarakat. Terutama bagi mereka yang mengandalkan kendaraan sebagai sumber penghidupan.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Ekonomi dari Universitas Mulawarman (UNMUL), Purwadi Purwoharsojo, meminta Pertamina tidak menutup mata atas persoalan ini. Ia menilai bahwa persoalan ini terlalu serius untuk dianggap sepele.
“Menurut saya ini tidak bisa disepelekan, dan Pertamina juga tidak boleh semena-mena dengan publik terkait masalah ini, hanya karena di Kaltim tidak ada kompetitornya,” ucap Purwadi saat dihubungi melalui saluran selulernya, pada Rabu (09/04/2025).
Ia juga mengatakan, dugaan oplosan BBM ini telah dirasakan langsung di lapangan. Banyak korban mengaku kendaraan mereka rusak setelah mengisi BBM di sejumlah SPBU, bahkan tak sedikit yang mengadukannya lewat media sosial maupun ke instansi pemerintah.
“Kalau kendaraan itu dipakai kerja dan bermobilitas setiap hari, contohnya seperti ojek online, padahal setelah lebaran tingginya permintaan konsumen. Akibat kejadian ini membuat para ojek online takut,” tambahnya.
Lebih lanjut, Purwadi menekankan bahwa BBM bukan sekadar komoditas biasa. Ia menyebut kebutuhan terhadap BBM setara dengan kebutuhan dasar seperti air dan listrik.
Maka dari itu, menurutnya Pertamina harus berani melakukan digitalisasi sistem distribusi BBM untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas, demi menjaga kepercayaan publik.
“BBM itu tidak boleh digampangkan. Ketika BBM bermasalah, maka efek dominonya bisa ke mana-mana, seperti transportasi, distribusi barang, hingga aktivitas ekonomi masyarakat,” tegasnya.
Terakhir, kata dia, jika permasalahan BBM ini tidak ditemukan ujungnya, maka yang paling terasa adalah ekonomi publik yang tergeser, contohnya saja, harusnya uang itu bisa digunakan untuk belanja keperluan rumah tangga, hal tersebut justru digunakan untuk memperbaiki kendaraan.
(Oby)