Suarastra.com – Di tengah sunyinya pedalaman Kutai Kartanegara (Kukar), jauh dari hiruk-pikuk kota, masyarakat Desa Kedang Ipil, Kecamatan Kota Bangun Darat, terus menghidupkan salah satu ritual adat Kutai Lawas warisan leluhur mereka yaitu, Nutuk Beham atau tradisi penumbukan padi muda yang penuh makna spiritual dan kebersamaan.
Digelar selama tiga hari penuh sejak 9 hingga 11 Mei 2025, Nutuk Beham tahun ini menjadi momentum penting bagi warga Dusun Kanduaraya, terutama dari RT 1 hingga RT 9, untuk kembali merayakan hasil panen mereka dengan cara yang telah diwariskan secara turun-temurun.
“Kegiatan nutuk beham ini kami laksanakan selama tiga hari, dengan persiapan yang sudah dimulai sebulan sebelumnya,” ungkap Kepala Desa (Kades) Kedang Ipil, Kuspawansyah, saat ditemui di sela-sela acara, pada Sabtu (10/5/2025).
Ia menambahkan, semangat masyarakat sangat tinggi untuk ikut serta dalam setiap proses kegiatan ini.
“Terlihat sekali bagaimana warga sangat menjunjung tinggi budaya dan tradisi. Mereka kompak, gotong royong menyiapkan segala keperluan.” katanya.
Menurut Kuspawansyah, awalnya Nutuk Beham hanya dilakukan secara terbatas oleh kelompok masyarakat peladang padi gunung. Namun sejak tahun 2015, tradisi ini mulai digelar di lingkungan pemukiman. Setahun berselang, pada 2016, Nutuk Beham resmi masuk dalam kalender event tahunan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kukar.
“Kalau dijadikan event, ini adalah kali kedelapan. Meski sempat terhenti dua tahun akibat pandemi COVID-19, tahun ini semangatnya justru semakin besar,” tambahnya.

Kebersamaan Masyarakat Desa Kedang Ipil
Kegiatan Nutuk Beham bukan sekadar menumbuk padi. Ia mengatakan, kegiatan ini mengandung penuh ke bersamaannya, dalam menjalankan rangkaian ritual, yang melibatkan seluruh warga.
Dalam pelaksanaannya, kegiatan ini dibagi menjadi tiga bagian utama. Pertama, ada bagian masyarakat yang memasak nasi dan lauk pauk yang diperuntukkan bagi seluruh pengunjung, termasuk peserta dan tamu undangan. Kedua, proses penyangraian. Dan yang ketiga, penumbukan padi yang dilakukan di atas panggung utama.
Lanjutnya, tahun ini, sekitar satu setengah ton ketan yang berasal dari hasil panen ladang warga ditumbuk dalam kegiatan Nutuk Beham ini.
“Jumlah ini menunjukkan tingginya partisipasi masyarakat dalam menyumbangkan hasil panennya untuk kegiatan adat tersebut,” ucapnya.
Puncak Kegiatan Nutuk Beham
Di hari ketiga kegiatan, Kuspawansyah menyebutkan, rangkaian acara akan ditutup dengan ritual adat Bememang atau Beluluh yang dilangsungkan di balai adat.
“Dalam upacara ini, seluruh hasil Nutuk Beham disajikan dalam bentuk beras dan wajik. Makanan ini akan didoakan sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rezeki dan panen yang melimpah,” lanjutnya.
Tak lupa juga ia menyampaikan, melalui kegiatan Nutuk Beham, masyarakat Kedang Ipil tidak hanya menjaga tradisi, tetapi juga memperkuat solidaritas sosial, kebersamaan, dan nilai-nilai kearifan lokal yang kian langka di era modern.
“Nutuk Beham adalah warisan nenek moyang kita. Sebuah penghormatan terhadap padi sebagai bahan makanan pokok. Tradisi ini lahir dari rasa syukur mendalam kepada Sang Pencipta,” jelas Kuspawansyah.
Terakhir, dirinya berharap, tradisi ini terus dirawat dan dicintai oleh generasi muda.
“Semoga masyarakat Kedang Ipil dan sekitarnya bisa terus menjaga dan melestarikan Nutuk Beham. Ini bukan sekadar acara, tapi identitas kita sebagai masyarakat adat Kutai,” pungkasnya.
(ADV/Mii)