Suarastra.com – Presiden terpilih Prabowo Subianto menegaskan komitmennya untuk terus menurunkan biaya perjalanan ibadah haji bagi jemaah Indonesia. Pada tahun 2025, rata-rata biaya haji ditetapkan sebesar Rp 89.410.258 per orang. Biaya tersebut terdiri atas dua komponen utama, yakni Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang dibayarkan langsung oleh jemaah sebesar Rp 55,43 juta, serta nilai manfaat sebesar Rp 33,97 juta yang diperoleh dari hasil optimalisasi dana haji milik jutaan calon jemaah yang masih menunggu antrean keberangkatan.
Meski nominal tersebut turun sekitar Rp 4 juta dibandingkan tahun 2024, Prabowo menilai penurunan ini belum cukup. Ia berharap pemerintah ke depan dapat menekan biaya haji lebih rendah lagi, bahkan hingga di bawah biaya haji Malaysia.
“Saya belum puas. Kita harus capai yang terbaik. Kalau bisa, lebih murah dari Malaysia,” ujar Prabowo saat meresmikan Terminal Khusus Haji dan Umrah di Bandara Soekarno-Hatta, Selasa (6/5/2025).
Perbandingan Biaya Haji Malaysia 2025
Sebagai negara serumpun dengan mayoritas penduduk Muslim, Malaysia kerap menjadi tolok ukur dalam penetapan biaya haji. Berdasarkan data dari laman resmi tabunghaji.gov.my, biaya haji di Malaysia tahun 2025 dibagi ke dalam tiga kategori ekonomi: B40 (bottom 40%), M40 (middle 40%), dan T20 (top 20%).
Kategori B40 merupakan kelompok masyarakat dengan pendapatan bulanan di bawah RM 5.249 atau sekitar Rp 20,4 juta. Untuk golongan ini, biaya haji ditetapkan sebesar RM 15.000 atau setara Rp 58,31 juta, setelah mendapat subsidi dari pemerintah sebesar RM 18.300 (sekitar 55% dari total biaya haji).
Golongan M40, dengan pendapatan antara RM 5.250 hingga RM 11.819, dikenai biaya haji sebesar RM 23.500 atau sekitar Rp 91,36 juta. Pemerintah Malaysia memberikan subsidi senilai RM 9.800 untuk kelompok ini. Adapun biaya asli tanpa subsidi sama dengan golongan lainnya, yakni RM 33.300.
Sementara itu, golongan T20 kelompok berpendapatan di atas RM 11.820 tidak mendapat subsidi dan harus membayar penuh biaya haji sebesar RM 33.300 atau setara Rp 129,46 juta.
Sebagai perbandingan, biaya haji Indonesia yang telah disubsidi menjadi Rp 55,43 juta berlaku seragam untuk seluruh jemaah, tanpa membedakan tingkat ekonomi mereka seperti yang diterapkan di Malaysia.
Pengelolaan Dana Haji di Dua Negara
Baik Indonesia maupun Malaysia menerapkan sistem subsidi biaya haji melalui pengelolaan dana calon jemaah yang masih berada dalam daftar tunggu. Di Malaysia, dana tersebut dikelola oleh lembaga Tabung Haji, sementara di Indonesia, pengelolaannya berada di bawah Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang berada dalam pengawasan Kementerian Agama RI.
Dana yang dikumpulkan dari tabungan calon jemaah haji diinvestasikan ke berbagai instrumen keuangan, dan hasil investasinya digunakan untuk menutupi selisih biaya haji yang dibayarkan oleh jemaah yang sudah berangkat. Di Indonesia, dana kelolaan haji tercatat telah melampaui Rp 143 triliun.
Mekanisme ini memungkinkan subsidi haji tidak dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), melainkan berasal dari keuntungan investasi. Namun, skema ini tidak lepas dari kritik, terutama karena dinilai menyerupai skema ponzi.
Artinya, dana dari jemaah yang masih menunggu keberangkatan dipakai untuk membiayai keberangkatan jemaah yang lebih dulu berangkat.
Baik Tabung Haji Malaysia maupun BPKH Indonesia, sama-sama menerapkan model pengelolaan dana ini, yang memungkinkan calon jemaah menabung secara berkala hingga memenuhi syarat pelunasan biaya haji.
Sistem ini juga dilengkapi dengan antrean panjang mengingat tingginya minat masyarakat terhadap ibadah haji. Malaysia sendiri mendapatkan kuota 31.600 jemaah dari pemerintah Arab Saudi, atau setara 0,1% dari total populasi negara tersebut.
Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo berkomitmen menekan biaya haji semaksimal mungkin, dengan target agar biaya tersebut lebih rendah dari Malaysia. Meski sudah ada subsidi dari hasil investasi dana haji, pemerintah dinilai perlu mengevaluasi kembali skema pembiayaan agar lebih adil dan transparan, serta tetap menjaga keberlangsungan dana jemaah secara jangka panjang.
(Caa)