Suarastra.com – Ibukota kembali menjadi pusat pertemuan para penyair se-Nusantara. Pada 11 hingga 14 September 2025, Pertemuan Penyair Nusantara (PPN) XIII digelar dengan rangkaian acara padat: dari seminar sastra yang menghadirkan nama-nama besar penyair ASEAN di siang hari, hingga Malam Panggung Penyair Nusantara yang dihiasi lantunan puisi serta orasi kebudayaan oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta, sosok yang akrab dijuluki “Si Doel”.
Dalam perhelatan ini, penyair asal Kutai Kartanegara, Sukardi Wahyudi, mendapat kehormatan mewakili Kalimantan sekaligus Indonesia. Di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, ia tampil membacakan puisi bersama para penyair perwakilan negara-negara ASEAN.
Suasana ruang seketika hening. Aura mistik dan sakral menyelimuti pembacaan, seolah kata-kata menjelma doa yang menggetarkan jiwa. Tepuk tangan membahana usai Sukardi menutup puisinya, menegaskan bahwa karya sastra masih menjadi bahasa yang mampu menyatukan hati manusia lintas bangsa.
Dua puisinya yang masuk dalam antologi “Layang-Layang Tak Memilih Tangan” dibacakan dengan penuh penghayatan.
Puisinya bertajuk Merakit Jejak Cinta, terdiri dari dua bagian : Kepada Damai yang Dirindukan dan Kepada Surat yang Belum Terbalas.
…
MERAKIT JEJAK CINTA
Kepada damai yang dirindukan.
Betapa indahnada yang diciptakan ribuan nusa
mengiringi gemulai gerak tari tradisi
wangi gurih hidangan pedalaman
terhampar lukisan merdu nyanyian katulistiwa
dada dada mereka menghadangnya.
Pintu nomor tiga puluh tiga lambangnya
dari bilik satu sampai tiga arah langkah
menyatukan nikmat dan gairah
untuk menumpahkan rasa cinta
pada bumi menyediakan rahimnya
air susunya yang lezat
agar benih tumbuh subur
menyuapi rasa lapar semesta
merangkul lara papa dan tak berdaya.
Masih dari bilik satu sampai tiga
rasa kenyang untuk saudara darah
darah Indonesia yang menyatukanya
tak memandang siapa dia
dari mana asalnya
limpahan nikmat ini untuk semua
Negeri ples enam dua.
Mekah, 27052025.
…
MERAKIT JEJAK CINTA
Kepada surat yang belum terbalas
Surat ini tertulis di atas bebatuan
yang kering panas menyengat
diiringi gemuruh gema badai doa
padang sahara.
Surat ini tertulis di atas perih luka
terlilit lapar
tercekek haus
air mata anak-anak tanpa dosa
kehilangan waktu kebahagiaan ayah bunda.
Surat ini tertulis di wajah anak seusia
sorotan nanar lugu
senyuman mengisyaratkan semangat
bagi saudaranya dikepung bencana.
Surat ini tertulis di lembaran sejarah
bertinta kucuran darah tak bersalah
terkirim lewat kasih sayang
lima benua mengamininya.
Surat ini tertulis di atas nuran
namun belum terbalas tegas
sebab pemimpin dunia memeliharanya
tak punya mata dan telinga.
Mekah, 21052025.
….
“Membacakan puisi di hadapan penyair Nusantara ini bagi saya bukan sekadar penampilan, melainkan sebuah doa yang saya titipkan melalui kata. Saya ingin puisi saya menjadi jembatan persaudaraan, sekaligus pengingat bahwa damai dan cinta adalah milik semua orang, tanpa batas bangsa, agama, atau bahasa,” ungkap Sukardi Wahyudi usai pembacaan puisinya.
PPN XIII sendiri menjadi ajang silaturahmi para penyair se-ASEAN serta beberapa negara peninjau. Rangkaian kegiatan diselenggarakan di tiga lokasi: Taman Ismail Marzuki (TIM), Perpustakaan Nasional RI, dan Badan Bahasa RI. Agenda utama meliputi seminar, diskusi, penerbitan antologi puisi, hingga Malam Panggung Penyair Nusantara.
Antologi puisi “Layang-Layang Tak Memilih Tangan” menghimpun karya dari 231 penyair yang lolos kurasi, terpilih dari 667 penyair dengan total 1.800 karya yang masuk ke panitia. Dari Kalimantan Timur, selain Sukardi Wahyudi, hadir pula Imam Budiman, penyair muda yang kini berdomisili di Jakarta.
Dengan misi persaudaraan dan perdamaian, PPN XIII mengingatkan bahwa sastra, khususnya puisi bukan hanya sekadar kata-kata indah, melainkan napas kemanusiaan yang menyatukan nusa, bangsa, bahkan dunia.
(Caa)

