Suarastra.com – Pasangan calon (paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Timur nomor urut 01, Isran Noor–Hadi Mulyadi, menyatakan menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa hasil Pilkada Kaltim. Putusan tersebut dibacakan dalam sidang pleno MK pada Rabu (05/02/2025) malam di Jakarta.
Dengan putusan tersebut, tahapan Pilkada Kaltim akan segera berakhir. MK memutuskan untuk tidak melanjutkan perkara nomor 262/PHPU.GUB-XXIII/2025 yang diajukan oleh paslon Isran Noor–Hadi Mulyadi terkait Perselisihan Hasil Pilkada (PHP Kada).
Sidang pengucapan putusan ini dipimpin oleh sembilan hakim MK yang sepakat menolak permohonan yang diajukan oleh petahana. Ketua Tim Pemenangan Isran–Hadi, Iswan Priady, saat dikonfirmasi pada Kamis (60/02/2025), enggan memberikan banyak komentar terkait putusan MK. Namun, ia menegaskan bahwa pihaknya menerima dan menghormati keputusan tersebut.
“Karena putusan MK bersifat final, maka kita menghormati putusan tersebut,” ujar Iswan Priady.
Lebih lanjut, ia menyampaikan ucapan selamat kepada paslon Rudy Mas’ud–Seno Aji yang akan segera ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim terpilih dalam rapat pleno terbuka KPU Kaltim.
“Selamat bertugas kepada pemimpin baru di Kaltim,” tambahnya singkat.
Sebelumnya, Isran Noor–Hadi Mulyadi, melalui kuasa hukumnya Refly Harun dan rekan-rekan, mengajukan gugatan ke MK dengan mendalilkan adanya sejumlah kejanggalan dalam Pilgub Kaltim 2024. Salah satu dalil yang diajukan adalah dugaan praktik kartel politik, di mana paslon nomor urut 02, Rudy Mas’ud–Seno Aji, dituding memborong dukungan partai politik.
Selain itu, kubu Isran–Hadi juga menyoroti dugaan praktik politik uang yang mereka sebut sebagai “siraman.” Dugaan ini bahkan telah dihimpun dalam sebuah buku tebal dan dipaparkan dalam sidang yang dimulai pada 9 Januari 2025 lalu. Pihak Isran–Hadi mengklaim bahwa politik uang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) di sejumlah daerah selama kontestasi berlangsung.
Tak hanya itu, mereka juga menuding adanya keterlibatan aparatur pemerintah di tingkat RT dalam mengkoordinasikan praktik politik uang, serta menyoroti ketidakprofesionalan penyelenggara pemilu.
Namun, dalam sidang dismissal, hakim konstitusi memutuskan bahwa dalil-dalil yang diajukan oleh pemohon tidak memiliki kedudukan hukum yang cukup kuat untuk diproses lebih lanjut. Dengan demikian, eksepsi dari termohon (KPU Kaltim) dan pihak terkait (Rudy–Seno), yang menyatakan bahwa pemohon tidak memiliki legal standing, dinilai beralasan menurut hukum dan diterima oleh MK.
(Caa)