Paragraf yang tersisa :
Dibawah langit Kedang Ipil yang hening dan teduh, Nutuk Beham berdentang seperti nyanyian bumi kepada langit.
Ia bukan sekedar pesta, melainkan bentuk terimakasih yang tulus, dan disnilah leluhur hadir tanpa rupa. Dalam setiap alu yang menari, dalam setiap biji padi yang tersentuh.
Nutuk Beham adalah puisi hidup masyarakat Kutai Adat Lawas, tradisi yang tidak hanya dikenang, tapi dijalani, diwariskan, dan dirayakan bersama.
Dari rumah panjang, suara alu yang bertalu-talu menjadi denyut waktu yang menghubungkan generasi. Anak-anak duduk mendengarkan kisah para tua, tentang asal muasal benih pertama, tentang malam-malam ketika leluhur menabur doa bersama angin.
Mereka belum memahami seluruh makna, tapi irama Nutuk Beham telah tertanam dalam dada, seperti akar pohon ara yang menggenggam bumi dengan sabar.
Dalam irama yang berulang, terkandung harapan, agar hujan tak melampaui takarannya, agar padi tumbuh tanpa hama, dan agar anak cucu tak lupa jalan pulang ke rumah asalnya, tempat segala awal dan akhir bermula.
(Caa)