Pada zaman dahulu, orang tua sering berkata, jika dari kejauhan tampak kuncup bunga pohon asam atau mangga, itu bukan sekadar pertanda musim. Itu adalah salah satu isyarat alam bahwa masa rawan tengah mendekat. Sebelum ada termometer dan obat penurun demam, mereka membaca gejala dari ranting dan langit.
Ketika bunga asam mulai bermekaran, saat angin tak menentu datang menggulung dari arah yang asing, mereka tahu, musim pancaroba telah tiba. Demam, batuk, dan pilek bukan hal baru, tapi yang lemah, pasti tumbang.
Mereka percaya, tubuh manusia punya ikatan dengan semesta. Jika alam bersiap berubah, maka manusia pun harus menjaga diri, memperkuat daya tahan, dan tidak mengabaikan tanda-tanda yang tampak sepele namun penuh makna.
Kini, di zaman serba canggih, kita kerap lupa menengok ke halaman, lupa mendengar bahasa angin.
Padahal alam tetap berbicara seperti duhulu, pelan, tapi pasti. Dan bunga yang mekar sebelum waktunya tetap membawa pesan yang sama, waspadalah.
Orang tua dulu berkata :
“Kalau bunga pohon asam mekar di kala angin tak menentu, maka tubuh pun harus bersiap, sebab penyakit berjalan seiring dengan perubahan alam”
Maksud dari petuah itu adalah, tanda-tanda kecil dari alam adalah peringatan halus untuk menjaga diri. Jangan tunggu tubuh jatuh, baru percaya bahwa alam telah memberi tahu. Sebab seringkali, yang disepelekan hari ini, adalah yang menjatuhkan esok hari.
(Oby)