Di kampung-kampung tempo dulu, nasihat-nasihat yang terdengar sederhana sering kali menyimpan makna.
Salah satunya adalah petuah yang kerap diucapkan para orang tua kepada anak-anak mereka adalah :
“Jangan duduk di atas bantal, nanti bisulan”
Bagi anak-anak kecil, larangan itu terdengar seperti ancaman gaib yang datang tiba-tiba. Siapa yang menyangka bahwa benda selembut bantal bisa membawa petaka berupa bisul yang menyakitkan?
Namun bagi orang tua zaman dahulu, nasihat itu bukan hanya soal kebenaran medis, melainkan soal sopan santun dan tata krama dalam hidup bermasyarakat.
Dalam kehidupan tradisional, bantal bukan sekadar alas kepala untuk tidur juga bukan sekedar tempat melepas lelah namun bantal menjadi bagian sakral dari ranjang seseorang.
Duduk di atas bantal dianggap sebagai tindakan tidak hormat, ibarat menginjak tempat istirahat diri seseorang, Maka, lahirlah nasihat berbalut ancaman :
“Jika engkau tak tahu sopan santun, tubuhmu sendiri akan menanggung akibatnya”
Mungkin memang tak ada hubungan langsung antara bantal dan bisul, tetapi petuah itu bekerja seperti mantra, ia menanamkan rasa hormat sejak kecil. Rasa segan untuk sembarangan, rasa tunduk pada kebersihan, dan rasa hormat pada ruang istirahat orang lain.
Dan hingga kini, petuah itu masih sangat teringat dalam ingatan bagi yang pernah mendengar dan mengalami langsung di tegur oleh Orang tua maupun kakek dan neneknya.
Dan pastilah mereka bukan karena takut bisul, tapi karena tahu, di balik nasihat sederhana itu, ada ajaran tentang tata krama yang tak lekang oleh waktu.
#Avisapraantungga