Suarastra.com – Amerika Serikat (AS) dan China sepakat menurunkan tarif impor masing-masing hingga 115 persen. Kesepakatan ini merupakan hasil perundingan tingkat tinggi antara pejabat kedua negara yang berlangsung di Jenewa, Swiss, pada Sabtu dan Minggu (10–11 Mei 2025).
Di lansir dari Kompas.com, mengutip pernyataan resmi pemerintah AS yang diunggah melalui situs Gedung Putih pada Senin (12/5/2025) malam, kedua negara juga akan menerapkan tarif sementara sebesar 10 persen selama masa transisi.
“Tindakan ini akan diberlakukan paling lambat pada 14 Mei 2025. Kesepakatan perdagangan ini menjadi kemenangan besar bagi AS dan menunjukkan kepiawaian Presiden Trump dalam mengamankan perjanjian yang menguntungkan rakyat Amerika,” demikian keterangan dari Gedung Putih.
Lebih lanjut, pemerintah China akan mengambil dua langkah utama sebagai tindak lanjut dari kesepakatan tersebut. Pertama, China akan mencabut tarif balasan yang diberlakukan sejak 4 April 2025, serta menangguhkan atau menghapus sanksi non-tarif yang diberlakukan terhadap AS sejak 2 April 2025.
Kedua, Negeri Tirai Bambu itu juga akan menangguhkan tarif awal sebesar 34 persen terhadap barang-barang dari AS selama 90 hari, sembari mempertahankan tarif sebesar 10 persen selama periode tersebut.
Sementara itu, AS juga akan mengambil dua langkah utama. Pertama, akan dihapus tarif tambahan terhadap produk China yang diberlakukan pada 8 dan 9 April 2025, namun bea yang dikenakan sebelum 2 April 2025 tetap dipertahankan.
Ini termasuk tarif berdasarkan Bagian 301, Bagian 232, serta tarif yang diberlakukan sebagai respons terhadap darurat nasional terkait fentanil, yang diatur berdasarkan Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional. Kedua, AS akan menangguhkan tarif timbal balik sebesar 34 persen yang diberlakukan sejak 2 April 2025 selama 90 hari, tetapi tetap mempertahankan tarif 10 persen selama periode jeda.
Menurut Gedung Putih, penetapan tarif 10 persen ini diharapkan dapat mendorong produksi dalam negeri, memperkuat rantai pasokan, serta memastikan kebijakan perdagangan melindungi pekerja AS terlebih dahulu.
Selain persoalan tarif, kedua negara juga sepakat mengambil langkah tegas untuk membendung peredaran fentanil dan bahan prekursor lainnya yang berasal dari China, serta mengalihkannya ke produsen obat di kawasan Amerika Utara.
Dalam implementasi perubahan tarif ini, AS dan China juga berkomitmen membentuk mekanisme lanjutan untuk melanjutkan dialog strategis mengenai isu-isu perdagangan dan ekonomi.
Data resmi pemerintah AS menunjukkan bahwa defisit perdagangan barang AS terhadap China pada tahun 2024 mencapai 295,4 miliar dolar AS, angka tertinggi dibandingkan negara mitra dagang lainnya.
“Perjanjian hari ini bertujuan mengurangi ketimpangan tersebut, sekaligus memberikan manfaat nyata dan berkelanjutan bagi pekerja, petani, dan pelaku usaha di AS,” lanjut pernyataan Gedung Putih.
Diketahui sebelumnya, Presiden Donald Trump telah menerapkan tarif tinggi terhadap barang-barang dari China. Secara kumulatif, tarif AS terhadap produk asal China mencapai 145 persen, bahkan bea masuk pada beberapa jenis barang tertentu menyentuh angka 245 persen.
Sebagai respons, pemerintah China mengenakan tarif sebesar 125 persen pada produk asal AS. Meskipun kedua negara telah lama memberi sinyal untuk mengakhiri perang tarif, keduanya cenderung menunggu hingga ada titik temu tanpa terlihat mengalah.
Akhirnya, pada akhir pekan lalu, negosiasi langsung berhasil digelar. Delegasi AS yang dipimpin Menteri Keuangan Scott Bessent dan Perwakilan Dagang Jamieson Greer bertemu langsung dengan Perdana Menteri China, He Lifeng, di Jenewa, Swiss.
(Caa)