Suarastra.com – Laman Kantor DPRD Kutai Kartanegara (Kukar), dipenuhi lautan massa. Suara orasi bergema, spanduk terbentang, namun suasana tetap terjaga damai, tertib, dan penuh kendali. Aliansi Kukar Menggugat yang menggelar aksi pada Senin (1/9/2025) menutup perjalanannya dengan tertib, meninggalkan jejak yang dipuji aparat keamanan.
Kapolres Kukar, AKBP Khairul Basyar, hadir memberi apresiasi.
“Alhamdulillah kami mengapresiasi yang sebesar-besarnya. Kami berterima kasih karena dari awal berangkat dari universitas sampai di depan kantor DPRD ini bisa berjalan dengan baik dan kondusif,” ucapnya.
Ia menuturkan, sebelum massa turun ke jalan, pihak kepolisian telah merajut koordinasi dengan berbagai unsur untuk memastikan keamanan. Sebanyak 644 personel gabungan TNI, Polri, dan pemerintah daerah dikerahkan.
“Kami sudah sampaikan kepada seluruh jajaran, baik Polri maupun unsur pemerintah daerah, untuk melaksanakan pengamanan dengan sehumanis mungkin,” jelasnya.
Pendekatan humanis itu, katanya, menjadi kunci. Meski ribuan massa mengepung gedung DPRD, suasana tak bergeser dari kendali. Bahkan, aksi berakhir dengan langkah konkret, Ketua DPRD Kukar, Ahmad Yani, menandatangani nota kesepahaman bersama perwakilan demonstran.
“Alhamdulillah sampai dengan saat ini, orasi telah dilaksanakan. Saat ini adik-adik mahasiswa bergerak menuju Samarinda, dan kegiatan di depan kantor DPRD telah selesai dengan kondusif,” kata Khairul.
Namun peran kepolisian tak berhenti pada menjaga pagar gedung parlemen. Khairul menyebut, aspirasi yang diteriakkan massa juga turut diterima langsung.
Dari tuntutan penindakan tegas terhadap tambang ilegal, penolakan tindakan represif, hingga seruan reformasi Polri, semuanya dicatat sebagai bahan perbaikan.
“Semua tuntutan dari masyarakat, baik dari adik-adik mahasiswa maupun elemen lainnya, akan kami tindaklanjuti. Ini semua menjadi masukan bagi kami untuk berubah ke arah yang lebih baik. Jadi kami terima apa yang disampaikan,” tegasnya.
Aksi kali ini menjadi cermin. Di balik kritik tajam terhadap kebijakan negara, hadir ruang dialog yang dijaga dengan sikap manusiawi. Di jalanan Tenggarong, rakyat bersuara, aparat mendengar, dan demokrasi mencoba merangkai wajahnya yang lebih teduh.
(Oby/Azm)

