Suarastra.com – Di bawah langit dan awan yang menggantung lembut di atas tepian Mahakam, suara-suara masa silam kembali menggema, kali ini bukan lewat bunyi gendang atau dendang pantun, melainkan melalui mikrofon sebuah podcast, yang digelar pada Sabtu (5/7/2025). Desa Sangkuliman, Kecamatan Kota Bangun, menjadi latar episode Roadshow Sapa Nusantara milik Dinas Kearsipan dan Perpustakaan (Diarpus) Kutai Kartanegara (Kukar).
Di antara dedaunan yang bergemerisik pelan, Avisa Prana Tungga, Wartawan Kebudayaan Suarastra.com, hadir bukan sekadar tamu, tapi sebagai pembawa kabar dari masa lalu dan penjaga nyala ingatan kolektif.
Avisa baru saja meluncurkan tiga mahakarya dalam bentuk buku yang masing-masing menjelma menjadi jendela kultural yang syahdu.
Buku Petuah Lama (vol. 1), yang merupakan pengembangan dari kanal andalan Suarastra.com, mengangkat kembali larangan-larangan orang tua zaman dulu. Namun dalam tangannya, larangan itu bukan sekadar ‘jangan ini’ atau ‘tak boleh itu’, melainkan pintu menuju kearifan yang membumi dan menggugah nurani. Gaya reflektif yang dipilihnya menjadikan buku ini bukan sekadar dokumentasi, tetapi juga renungan.
Tak hanya itu, Tabir Sebuah Rasa hadir sebagai kumpulan puisi yang lirih dan melankolis. Setiap bait ibarat helaian tabir yang membuka lapisan demi lapisan rasa terdalam sang penulis.
Di buku ketiga, Legenda & Mitos dari Negeri Londokng, Avisa menuturkan kembali kisah-kisah rakyat dari Kutai Barat, membawa kembali tokoh dan peristiwa yang nyaris terlupakan, namun kini diberi napas baru lewat narasi yang menggugah imaji dan rasa.
Tak ayal hal itu menggugah buliran senyum bahagia dari Sekretaris Diarpus Kukar, Aji Yuli Midriani, yang turut hadir dalam rekaman podcast tersebut, menyampaikan apresiasi yang tulus.
“Saya sangat mengapresiasi karya lokal, apalagi seperti cerita rakyat serta cerita daerah,” tuturnya, seraya memandang sampul buku yang baru saja diserahkan padanya.
“Dan buku-buku seperti ini yang kami perlu,” lanjutnya pelan, seakan tak ingin memutus aliran makna yang baru saja disampaikan Avisa lewat cerita-ceritanya.
Lebih dari sekadar literatur, menurut Aji Yuli, karya seperti ini adalah terobosan yang membuka jalan bagi anak-anak muda agar mau menulis tentang daerahnya sendiri.
“Harapannya, semoga dengan adanya penulis daerah seperti Avisa, semakin banyak generasi muda yang terdorong untuk menggali dan menulis kekayaan budaya lokalnya,” ucapnya, menutup percakapan dengan nada haru yang tak bisa disembunyikan.
Di ujung terik Sangkuliman, ketika rakit-rakit kembali berteduh dari labuhan dan angin menyusuri sela-sela pohon tua, suara Avisa dalam podcast itu mengalir lembut, membawa pesan bahwa tradisi tak pernah usang, selama masih ada yang bersedia mendengarkan dan menuliskannya kembali.
(Azm)