Suarastra.com – Di tengah gempuran modernisasi, masyarakat Desa Kedang Ipil, Kecamatan Kota Bangun Darat, Kutai Kartanegara (Kukar) tetap teguh menjaga tradisi leluhur. Salah satunya adalah ritual Nutuk Beham, tradisi adat Kutai Adat Lawas yang setiap tahunnya digelar sebagai ungkapan rasa syukur atas datangnya musim panen raya.
Pada tahun ini, ritual Nutuk Beham dilaksanakan selama tiga hari, mulai 9 hingga 11 Mei 2025. Dalam prosesi tersebut, warga menumbuk padi ketan muda secara bergotong royong, yang melambangkan semangat kebersamaan dan rasa syukur atas hasil bumi yang melimpah.
Berjalannya Kegiatan ini juga tak luput dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Kartanegara (Kukar) melalui Dinas Kebudayaan dan Kebudayaan (Disdikbud) yang terus mendukung kegiatan ini hingga menjadi event tetap setiap tahunnya.
Melalui Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Bidang Kebudayaan Disdikbud Kukar, Awang Rifani, mengatakan bahwa Nutuk Beham bukan sekadar perayaan biasa, melainkan mengandung nilai spiritual yang diyakini membawa keberkahan.
“Ini adalah momentum adat, ini juga merupakan hiburan bagi masyarakat setempat, melalui momen spiritual terkait kepercayaannya masyarakat Kutai Adat Lawas,” ujar Awang Rifani, saat diwawancarai di lokasi Nutuk Beham, pada Sabtu (10/5/2025).
“Kalau banyak yang menumbuk padi ketan, berarti panen tahun ini sangat melimpah,” tambahnya.
Selain itu, Awang juga menyoroti, dampak positif kegiatan ini terhadap pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) lokal. Menurutnya, Nutuk Beham menciptakan hubungan simbiosis mutualisme antara tradisi dan ekonomi rakyat.
“Ketika ada acara ini, penjualan meningkat karena banyak masyarakat yang datang dari luar daerah. UMKM lokal juga semakin bertumbuh,” katanya.
Tak lupa, ia berharap, kegiatan Nutuk Beham ini tahun depan panen masyarakat lebih banyak lagi, dan peserta ritual juga semakin banyak, agar dampaknya bisa dirasakan lebih luas.
Sementara itu, salah satu pelaku UMKM lokal yang merasakan betul dampak positif dari kegiatan Nutuk Beham. Muhammad Lana (30), salah satu pedagang pentol mengungkapkan, bahwa acara ini sangat membantu penjual kecil seperti dirinya.
“Semenjak ada event ini, penjualan meningkat. Produk-produk lokal seperti gula merah, tusuk sate, bahkan kerajinan anjat jadi laku keras,” ungkap Lana, yang juga merupakan warga Kedang Ipil.
Lebih lanjut, ia mengaku, dengan tetap dijalankannya Nutuk Beham, Desa Kedang Ipil tidak hanya menjaga warisan budaya leluhur, tetapi juga membuktikan bahwa tradisi dan ekonomi dapat berjalan beriringan.
“Saya berharap agar kegiatan seperti ini terus berlanjut dan semakin berdampak luas, tidak hanya bagi pelestarian budaya tetapi juga kesejahteraan warga,” pungkasnya.
(ADV/Oby)