Suarastra.com – Di tengah derasnya arus modernitas, alunan lagu Waktu Kumulang karya Aji Qamara Hakim terdengar menyejukkan, membawa pendengar menelusuri akar budaya Kutai Kartanegara. Budayawati, akademisi Universitas Mulawarman, dan penulis ini dikenal aktif melestarikan seni dan budaya lokal melalui karya akademik maupun kreatif.
Lagu Waktu Kumulang sarat makna, bukan sekadar musik hiburan, tetapi juga menjadi media pengingat bagi manusia untuk merenungkan hubungan dengan alam.
“Maksud lagu untuk perhatian dengan lingkungan yang semakin rusak. Kalau dulu kebakaran hutan, sekarang tambang ilegal. Alam itu benar-benar menangis, tapi kita yang tidak peka dengan tangis mereka. Iya, artinya kesedihan alam itu terus berlanjut bahkan lebih parah,” ujar Aji Qamara Hakim, dalam wawancara eksklusifnya dengan tim Suarastra.com, pada Selasa (2/9/2025).
Misi pertama yang diangkat dalam karya ini adalah menunjukkan bagaimana alam menangis akibat kelalaian manusia, sementara misi kedua adalah menginspirasi generasi muda untuk menapaki perjalanan musik Tingkilan, seni tradisi yang sarat nilai budaya dan moral.
Berikut beberapa bait dari Waktu Kumulang yang sarat makna :
Waktu Kumulang
Waktu kumulang ada tangisan
Waktu kudengar siapa yang menahan
Kulihati sida kujengo’i mana
Suara itu hanya berupa suara
Aku berdoa pada Maha Esa
Mohon petunjukNya pintaku segera
Oh Tuhanku…
Benarkah pendengaranku
Oh Yang Maha Inikah p’tunjukMu….
Bila kupandang sekitarku….
Oh ternyata sudut alam menjerit
Sakitnya dera pasrah kaku
Oleh insan yang kini hilang hati
Kharisma alam, kharisma alam meminta diri Diri yang tiada, diri yang tiada tahu berada Setelah alam, setelah alam
mengantar kesah
Sedih pun hadir, sedih pun hadir
Mengikrar diri Waktu kumulang….
Waktu kumulang membawa rindu Menyusuri jejak yang pernah berlalu Hati bertanya pada bayang-bayang senja Siapakah yang menuntun langkahku Aku menyeru dalam sunyi
Memohon cahaya dari Yang Maha Suci Bimbinglah aku meniti jalan yang benar Dalam gelap, dalam terang, dalam harap
….
Dengan lirih, kembali ia tegaskan
“Tidak hanya hutan hilang, namun sampai ke dalam tanah dan seluruh penghuni di dalamnya. Rusaknya alam juga diperparah karena banyak orang yang hilang hati,” timpalnya.
Selain berkarya di musik, Aji Qamara Hakim juga aktif di dunia literasi dan penelitian budaya. Dalam bukunya Tingkilan: Alunan yang Mengarungi Abad, ia menegaskan bahwa musik tradisional bukan sekadar hiburan, melainkan sarana menyampaikan pesan moral dan keagamaan kepada masyarakat.
Lebih jauh, buku keduanya yang berjudul Tingkilan : Antara Tradisi dan Kuasa membahas perjuangan para pelaku Tingkilan dalam mempertahankan tradisi ini, menunjukkan dedikasi dan keteguhan hati mereka menjaga warisan budaya agar tetap hidup di tengah arus modernisasi.
Melalui Waktu Kumulang, Aji Qamara Hakim menunjukkan bagaimana musik dan kata-kata dapat menjadi jembatan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan, sekaligus menjadi seruan lembut agar generasi muda menghargai kekayaan budaya dan lingkungan yang menopang kehidupan.
Dengarkan alunan nada indahnya disini :
https://youtu.be/Jt9P3_izZnc?si=spWIQjpzBnmUcOJr
(Caa)

