Suarastra.com – September sudah di ufuk mata. Di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), tanda-tanda menuju helatan budaya tahunan Erau mulai terasa. Sebuah festival warisan Kesultanan Kutai ini, sejak dulu bukan sekadar tontonan, melainkan ruang yang menyatukan adat, seni, dan kebersamaan masyarakat.
Dalam tradisi panjangnya, Erau selalu dimulai dengan prosesi adat di Kedaton. Pendirian Tiang Ayu oleh Sultan menjadi simbol sakral pembuka perayaan, sebelum berlanjut pada seremoni resmi yang biasanya dipenuhi ratusan penari.
Dari situ, selama delapan hingga sembilan hari, Kukar hidup dalam nuansa pesta budaya—dengan panorama, lomba, festival kuliner, hingga pertunjukan seni yang meramaikan tiap sudut kota.
Tahun lalu, sorotan publik terpusat pada Stadion Rondong Demang. Terminal Olah Seni (TOS), yang kala itu dipercaya menggarap seremoni pembukaan, berhasil menghadirkan pertunjukan kolosal tak terlupakan.
Sebanyak 800 penari berpadu dalam karya bertajuk Bhinneka Tunggal Suaka. Puncaknya, sebuah kapal besar diangkat dalam pertunjukan teatrikal yang membuat ribuan pasang mata terkesima.
Kini, giliran Erau 2025 yang akan segera berlangsung. Dan untuk ketiga kalinya, kepercayaan kembali diberikan kepada TOS. Bagi Ketua Yayasan TOS, Deprianur, hal ini bukan sekadar mandat, melainkan tantangan besar.
“Dengan berbagai problem erau tahun kemarin, tahun ini alhamdulillah TOS diberikan lagi kepercayaan untuk memegang event erau 2025,” kata pria yang biasa disapa Depri di di Halaman Platinum, Tenggarong, pada Senin (18/08/2025).
Tahun ini, Depri bilang, akan membawakan sebuah penampilan yang akan lebih memukau dari tahun sebelumnya. Ia akan menampilkan Sendratari, adalah sebuah pertunjukan seni yang menggabungkan unsur drama dan tari.
“Untuk tahun kami membawakan Sendratari yang sengaja kami angkat, dan untuk konsepnya sendiri kami akan mengambil konsep perang juga, sama seperti tahun kemarin, tetapi kita akan coba buat lebih menarik,” jelasnya.
Bukan tanpa tantangan, Depri mengungkapkan, bahwa tahun ini ia bersama timnya harus sangat-sangat membutuhkan tenaga yang cukup ekstra, sebab waktu persiapan jelang Erau kurang lebih hanya tersisa satu bulan, jauh dari hitungan ideal, enam bulan untuk sebuah event berskala besar.
Lebih lanjut, dirinya juga mengatakan, untuk tahun ini memang jumlah peserta yang akan tampil di pertunjukan seremoni pembukaan Erau 2025 tak sebanyak tahun kemarin, melainkan lebih terbatas.
“Untuk tahun ini peserta ada batas usia, mulai dari 15 sampai 25 tahun, dan untuk saat ini pesertanya sendiri kami seleksi dari data erau yang terselenggara tahun kemarin,” tuturnya.
Dengan waktu yang singkat dan peserta tak akan seramai tahun lalu, Depri tak patah semangat. Menurutnya, ini menjadi sebuah tantangan bagi dirinya untuk dapat menunjukkan penampilan spektakuler, khususnya dalam memperlihatkan kebudayaan Kutai agar dapat dilihat khalayak yang lebih luas.
“Harapannya apapun yang terjadi tahun ini, bukan sejarah lagi yang kami kejar, melainkan bagaimana cara agar kesenian yang ada di Kutai dapat naik kelas,” tegas Depri.
“Tahun ini kami cari cara akan menampilkan sesuatu yang sangat luar biasa di hadapan masyarakat Kukar,” timpalnya.
(Oby)