Suarastra.com – Upaya memastikan setiap anak di Kutai Kartanegara (Kukar) mendapat hak pendidikan yang setara terus digalakkan. Melalui Program Indonesia Pintar (PIP) dan Program Aneka Tunjangan Guru Non-ASN, pemerintah berupaya menjangkau hingga ke pelosok daerah agar tidak ada satu pun pelajar yang tertinggal.
Langkah ini disosialisasikan lewat kegiatan Sosialisasi Percepatan PIP dan Program Aneka Tunjangan Guru Non-ASN yang digelar di SDN 008 Tenggarong Seberang, Senin (28/10/2025) lalu. Acara tersebut dihadiri para kepala sekolah dan guru se-Kukar, dengan menghadirkan Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, sebagai narasumber utama.
Dalam pemaparannya, Hetifah menekankan bahwa pendidikan adalah hak dasar yang tidak boleh dibatasi oleh keadaan ekonomi.
“PIP menjadi jaring pengaman agar anak-anak dari keluarga miskin atau rentan tetap bisa bersekolah dan memperoleh kesempatan yang sama,” ujarnya melalui aplikasi daring, Selasa (28/10/2025).
Ia menjelaskan, program ini dijalankan berdasarkan Permendikbud No. 10 Tahun 2020 dan Inpres No. 7 Tahun 2014, sebagai dasar hukum pemberian bantuan pendidikan. Sementara bagi guru non-PNS, payung hukumnya tercantum dalam Peraturan Sekjen Kemendikdasmen No. 7 Tahun 2025 yang mengatur penyaluran insentif bagi guru PAUD hingga pendidikan menengah.
Menurut Hetifah, kesenjangan antara desa dan kota masih menjadi tantangan besar dalam pemerataan pendidikan.
“Semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin jelas kesenjangan antara desa dan kota. Karena itu, kebijakan afirmatif seperti PIP harus terus diperkuat,” jelasnya.
Ia juga menyoroti capaian positif Kalimantan Timur yang memiliki angka partisipasi sekolah tinggi, namun menegaskan bahwa pemerataan kualitas harus menjadi fokus utama, bukan sekadar angka statistik.
Selain membahas pemerataan akses pendidikan, Hetifah turut menyoroti kesejahteraan guru non-ASN. Berdasarkan data Kemendikbudristek, lebih dari 785 ribu guru non-ASN telah menerima tunjangan dengan total anggaran mencapai Rp13,2 triliun. Bahkan, ratusan ribu guru PAUD nonformal menerima Bantuan Subsidi Upah (BSU), sementara 804 ribu guru lainnya telah difasilitasi sertifikasi.
Meski demikian, Hetifah mengakui masih ada kendala teknis di lapangan, seperti sinkronisasi data penerima PIP dan keterlambatan aktivasi rekening siswa.
“Kita perlu memperkuat validasi data agar bantuan benar-benar sampai kepada yang berhak,” tegasnya.
Sebagai tindak lanjut, ia mengajukan lima aspirasi utama: peningkatan anggaran PIP jenjang SD dan SMP, perluasan cakupan hingga TK dan pendidikan nonformal, kenaikan insentif guru non-ASN, penguatan validasi data, serta dorongan terhadap pendidikan inklusif di seluruh Indonesia.
Dari sisi daerah, Plt Kabid SMP Disdikbud Kukar, Emy Rosana Saleh, menyebut kegiatan ini menjadi wadah penting untuk menyamakan arah kebijakan antara pusat dan daerah.
“Sosialisasi ini membantu sekolah agar lebih cermat dalam memutakhirkan data siswa dan guru, sehingga program seperti PIP bisa tepat sasaran,” ujarnya.
Ia menambahkan, program ini nyata memberikan dampak bagi dunia pendidikan Kukar, baik bagi siswa maupun tenaga pengajar.
“Guru-guru kita banyak yang tetap mengajar dengan penuh tanggung jawab meski statusnya non-ASN. Dukungan insentif ini tentu menjadi motivasi agar mereka terus memberikan yang terbaik untuk pendidikan Kukar,” tutupnya.
(Oby/Mii)

