Suarastra.com – Kutai Kartanegara (Kukar) kembali meneguhkan posisinya sebagai daerah dengan kekayaan budaya paling berpengaruh di Kalimantan Timur. Dalam Forum Diskusi Budaya yang digelar Direktorat Kerja Sama Kebudayaan di Kompleks Kedaton Kutai Kartanegara, Senin (27/10/2025), berbagai pemangku kepentingan berkumpul untuk merumuskan langkah sinergis dalam memperkuat Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) lokal, seiring dengan peran Kukar sebagai serambi Ibu Kota.
Forum yang diinisiasi oleh Direktorat Kerja Sama Kebudayaan tersebut bertujuan mengidentifikasi tantangan dan peluang pengembangan OPK di tengah arus perubahan zaman. Selain itu, kegiatan juga menjadi ruang pembahasan rekomendasi program pelindungan budaya lokal, regenerasi maestro, serta peningkatan visibilitas budaya di ruang publik.
Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XIV Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, Lestari, menyampaikan bahwa posisi Kukar dalam peta kebudayaan nasional sangat strategis. Ia menilai daerah ini bukan hanya memiliki kekayaan peninggalan sejarah, tetapi juga kekuatan sosial budaya yang masih hidup dan dijalankan oleh masyarakat.
“Kukar memiliki karakter budaya yang lengkap, dari pedalaman hingga istana. Ini merupakan kekuatan daerah yang harus dijaga dan terus diwariskan kepada generasi muda,” ujar Lestari.

Menurut data BPK Wilayah XIV tahun 2025, terdapat 26 Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia yang berasal dari Kukar. Jumlah tersebut mewakili lebih dari sepertiga total WBTb di Kalimantan Timur, menjadikan Kukar sebagai daerah dengan kontribusi terbesar terhadap daftar warisan budaya nasional di provinsi ini.
Warisan tersebut tersebar di berbagai wilayah dengan karakter berbeda. Di pedalaman, masyarakat masih melaksanakan Upacara Belian dan Tarian Hudoq dua tradisi yang menggambarkan keharmonisan manusia dan alam sekaligus penghormatan terhadap leluhur. Sementara di pesisir, Tarian Jepen dan Musik Tingkilan tetap hidup sebagai simbol semangat dan keceriaan masyarakat setempat.
Tak kalah penting, wilayah Kesultanan Kutai Kartanegara menjadi pusat pelestarian nilai-nilai budaya klasik. Tradisi seperti Upacara Adat Erau, Tepong Tawar, serta kesenian Gamelan Kutai dan Tari Topeng Penembe masih terus dijaga keberlangsungannya. Bahkan, Tari Topeng Penembe baru-baru ini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia.
“Semua warisan tersebut menjadi wujud nyata keteguhan masyarakat Kutai dalam menjaga jati diri dan nilai-nilai luhur leluhur mereka,” tutur Lestari.
Ia menegaskan, pelestarian budaya tidak dapat dilakukan oleh satu pihak saja. Pemerintah daerah, pelaku seni, dan masyarakat harus berjalan bersama menjaga keberlanjutan tradisi di tengah gempuran modernisasi. Menurutnya, pengakuan terhadap budaya tidak cukup hanya dengan penetapan formal, melainkan juga perlu diwujudkan dalam keseharian masyarakat.
“Kami berharap pelestarian budaya tidak hanya berhenti di pengakuan atau penetapan, tetapi juga diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Budaya akan hidup selama masyarakatnya terus menjalankannya,” jelasnya.
Lestari menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa Kutai Kartanegara memiliki potensi besar untuk menjadi rujukan pengembangan kebudayaan Kalimantan Timur, bahkan nasional. Akar sejarah yang kuat, keberagaman tradisi, dan masyarakat yang masih memegang teguh nilai budaya menjadi kekuatan utama daerah ini.
“Dengan kekayaan tradisi dan semangat masyarakatnya, Kukar layak disebut sebagai lumbung warisan budaya Kalimantan Timur,” tandasnya.
(Mii)

