Suarastra.com – Suasana meriah menyelimuti Desa Kota Bangun Darat III, Kecamatan Kota Bangun Darat, pada Rabu (30/4/2025), ketika Festival Cenil kembali digelar untuk memeriahkan hari jadi desa yang ke-42.
Lebih dari sekadar pesta kuliner, festival ini telah menjelma menjadi ruang ekspresi budaya, ajang kolaborasi sosial, dan motor penggerak ekonomi warga. Sejak pertama kali digagas pada 2018, Festival Cenil terus tumbuh menjadi tradisi yang merekatkan identitas masyarakat transmigran Jawa dengan budaya lokal Kutai.
Festival tahun ini menampilkan serangkaian kegiatan yang padat dan menggugah partisipasi seluruh lapisan masyarakat, mulai dari pentas seni, lomba mewarnai anak-anak, bazar UMKM dan buku bacaan, hingga pertunjukan musik campursari di malam hari.
Yang tak kalah menarik, 70 loyang cenil kudapan kenyal warna-warni khas Jawa disiapkan sebagai simbol kebersamaan warga dari 21 RT yang ikut serta, dibantu sekolah-sekolah, tenaga pendidikan, dinas kesehatan, dan pegiat seni.
“Festival ini bentuk dari pada kerja sama untuk kekompakan Kota Bangun III dan dalam rangka melestarikan budaya,” ujar Lilik Hendrawanto, Kepala Desa Kota Bangun Darat III, ketika ditemui di sela acara.
Menurut Lilik, semangat gotong royong menjadi fondasi utama festival ini. Ia menyebut bahwa pelibatan semua unsur masyarakat bukan hanya memperkuat keterikatan sosial, tetapi juga membuka ruang baru bagi ekspresi seni dan budaya. Tahun ini, tiga kelompok seni lokal turut mengisi panggung, bersama pelajar dari SD, SMP, hingga SMA.
“Kami sangat berharap pelaku kesenian memberikan masukan tentang bagaimana melestarikan budaya. Jika yang dibutuhkan adalah wadah berekspresi, Insyaallah kami dari pemerintah desa siap menyediakan,” tambahnya.

Plt. Kepala Dinas Koperasi UKM Kutai Kartanegara, Thaufiq Zulfian Noor, menyampaikan apresiasi atas konsistensi penyelenggaraan festival yang telah berlangsung selama tujuh tahun berturut-turut. Baginya, Festival Cenil bukan hanya perayaan kuliner, melainkan cermin dari nilai-nilai luhur masyarakat desa.
“Keunikan makanan cenil yang beraneka warna menyimbolkan filosofi tentang kolaborasi yang menciptakan harmoni. Festival ini melambangkan kebersamaan, toleransi, serta semangat masyarakat dalam membangun desa,” ucap Thaufiq, yang hadir mewakili Bupati Kukar.
Ia juga menekankan pentingnya festival ini sebagai sarana promosi potensi desa, mulai dari budaya, pariwisata, hingga produk-produk unggulan UMKM.
Menurutnya, keterlibatan warga dalam setiap aspek acara mencerminkan tingginya semangat kolaborasi yang harus terus dijaga.
“Semoga di usia ke-42 ini, Desa Kota Bangun III akan semakin maju dan mampu berkompetisi dengan daerah lain di Kukar,” harapnya.
Camat Kota Bangun Darat, Julkifli, turut memuji antusiasme masyarakat dalam menjaga semangat festival. Ia menyoroti keunikan budaya lokal yang lahir dari perpaduan harmonis antara budaya Jawa yang dibawa para transmigran sejak lama dengan budaya Kutai yang telah lama mengakar di wilayah ini.
“Festival ini membuktikan bahwa budaya Jawa dan Kutai bisa berjalan beriringan, saling melengkapi, dan justru memperkaya kehidupan masyarakat,” kata Julkifli dalam sambutannya.
Ia menilai bahwa keberlanjutan Festival Cenil juga menjadi indikator kemajuan sosial dan ekonomi desa. Tidak hanya menjadi panggung budaya, festival ini dinilainya mampu menciptakan peluang usaha dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
“Kami berharap ke depan, Kota Bangun III bisa dikenal lebih luas, tidak hanya lewat festivalnya, tetapi juga sebagai desa yang mandiri dan menjadi tolok ukur kemajuan ekonomi di Kecamatan Kota Bangun Darat,” tutupnya.
Menurut Suarastra.com, Festival Cenil 2025 menjadi bukti bahwa pembangunan desa tak selalu harus dimulai dari beton dan infrastruktur. Kadang, ia bisa berangkat dari sebuah kudapan sederhana, diselimuti semangat kebersamaan, dan disajikan dalam semangkuk tradisi yang menghidupkan desa dari hati, untuk masa depan.
(Mii)